Cari Blog Ini

Selasa, 31 Agustus 2010

Pengaruh Tepung Bulu Ayam dan Tepung Ikan dalam Pakan terhadap Laju Sintasan dan Pertumbuhan Ikan Gurame ( Osphronemus goramy Lac. )

Ikan yang digunakan adalah ikan gurami ( Osphronemus goramy Lac. ) dengan berat rata-rata 2 g dan panjang rata-rata 2,5 cm. Wadah penelitian berupa akuarium 20 buah dengan ukuran 60x40x40 cm3 dan didisi air 60 L. Padat penebaran ikan sebanyak 15 ekor per akuarium.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakukan yang diteliti adalah penggunaan tepung bulu ayam dan tepung ikan, yaitu : Perlakuan A (100% Tepung Ikan + 0 % Tepung Bulu Ayam), Perlakuan B (75 % TI + 25 % TBA), Perlakuan C (50 % TI + 50 % TBA) Perlakuan D (75 % TI + 25 % TBA) dan Perlakuan E (0 % TI + 100 %) dalam pakan buatan berkadar protein 40,77 % dengan frekuensi pemberian pakan empat kali, yaitu pukul 08.00, 11.00, 14.00 dan 17.00.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian tepung bulu ayam dan tepung ikan berpengaruh terhadap laju sintasan (94,70 %) dan laju pertumbuhan (4,24 %) serta pertumbuhan panjang (4,58 cm) benih ikan gurami. Penggunaan tepung bulu ayam 100 % dalam pakan, ternyata tidak menghasilkan laju sintasan dan laju pertumbuhan serta pertambahan panjang yang maksimal benih ikan gurami bila dibandingkan penggunaan 50% tepung bulu ayam. Hal ini diduga karena pada pakan C terdapat kombinasi tepung ikan dan tepung bulu ayam dengan formula yang tepat, sehingga kandungan asam amino akan tersedia dalam jumlah cukup dan adanya kelengkapan zat gizi dari kedua bahan tersebut . Penggunaan tepung bulu ayam dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung ikan sebanyak 50% dalam pakan buatan.

Benih Sidat Tatelu

Ikan sidat telah mulai dibudidayakan di negara-negara maju seiring dengan peningkatan permintaannya dari waktu ke waktu. Sebut saja Jepang dan Eropa yang mulai merintis usaha tersebut. Bahkan di China, budidaya ikan bernama latin Angguila sp.ini telah berlangsung lebih dari dua dasawarsa terakhir. Kendati demikian, upaya itu belum bisa memenuhi semua permintaan sidat.

Peluang inilah yang kini tengah diupayakan Indonesia, menjadi pemasok sidat di dunia. Ini bukan tanpa dasar karena potensi pengembangan budidaya sidat di tanah air sangat besar. Bayangkan saja, selain didukung dengan potensi lahan juga terdapat dua spesies sidat dengan ketersediaan benih alam yang melimpah. Kedua spesies tersebut adalah Agguilla bicolor dan Angguilla marmorata. Jenis pertama mempunyai karakteristik pertumbuhan lebih cepat dan berwarna putih kehitaman. Sedangkan Angguilla marmorata pertumbuhannya lambat tetapi berukuran besar dan disukai konsumen di China.


Namun, pengembangan sidat di bumi pertiwi terkendala penyediaan benih (fingerling) yang sudah siap tebar dalam jumlah besar. Sebab usaha tersebut memerlukan penanganan mulai dari adaptasi terhadap air tawar, pakan buatan dan pertumbuhan untuk mencapai stadia sidat muda atau fingerling. Kendala lain adalah prasarana budidaya, yaitu penyediaan sarana kolam yang harus menggunakan konstruksi permanen untuk mencegah sidat lolos dari kolam. Disamping itu juga membutuhkan sarana air mengalir dan aerator untuk menjaga agar kandungan oksigen bisa memenuhi syarat hidup dan pertumbuhan sidat.

Faktanya, sampai saat ini produksi benih sidat secara artifisial belum bisa dilakukan karena proses reproduksi ikan ini tergolong rumit dan unik. Ikan sidat yang berukuran besar di air tawar tidak bisa mengalami proses pematangan gonad atau produksi telur bila tidak bermigrasi ke laut. Secara alamiah, pemijahan sidat berlangsung di perairan laut dalam yang masih misterius hingga saatP ini. Sementara benih-benih (stadium glass eel) bermigrasi ke perairan tawar melalui muara-muara sungai pada saat bulan gelap.

Beberapa wilayah menunjukkan adanya migrasi benih tersebut. Misalnya Sulawesi Utara. Yaitu di Amorang Kab. Minahasa Selatan, Poigar di Kab. Bolmong dan Inobonto di Kab. Bolmong. Keberadaan benih-benih itu bisa dimanfaatkan sebagai sumber benih alam.

Untuk benih alam yang berukuran sangat kecil umumnya baru mencapai stadium glass eel maupun elver. Tahapan ini membutuhkan perkembangan lebih lanjut untuk mencapai stadium sidat muda. Sedangkan benih yang besar di perairan alami tidak banyak yang bisa hidup (survive) akibat ancaman pemangsa, perubahan kondisi perairan yang kian tercemar dan banyaknya kegiatan konstruksi di perairan yang mengurangi peluang keberlangsungan hidup benih.

Karena itu upaya yang dibutuhkan untuk menyelamatkan benih-benih tersebut adalah melakukan perawatan (nursery) secara khusus sehingga keberlangsungan hidupnya menjadi besar. Caranya antara lain melalui upaya penangkapan benih pada bulan gelap di muara sungai. Hal itu memungkinkan penyediaan benih dalam jumlah besar meski masih memerlukan upaya penanganan hingga mencapai stadium dan ukuran yang siap dibesarkan di kolam budidaya secara efisien. Sebagai kunci keberhasilan awal pengembangan budidaya sidat adalah kemampuan menyediakan benih siap tebar. Untuk itu harus bisa menjamin tingkat keberlangsungan hidup yang tinggi dari hasil pengumpulan benih alam yang berukuran sangat kecil.

Tahapan-tahapannya sebagai berikut. Pertama adaptasi untuk mendapatkan glass eel yang bisa hidup di air tawar dan responsif terhadap pakan formula. Kemudian penyesuaian air media dengan penurunan kualitas secara bertahap dan adaptasi pakan hidup (cacing diubah menjadi pakan buatan). Ke dua, penumbuhan elver agar menjadi sidat muda elver yang adaptif. Untuk itu dibutuhkan 3 hal yaitu manajemen kualitas air yang memungkinkan kondisi air cepat bersih dan kaya oksigen, memacu asupan pakan melalui penyediaan pakan dengan aktabilitas tinggi dan gizi berimbang serta ke tiga dengan grading ukuran (sortasi) antara individu yang berukuran besar dan kecil. Benih yang siap tebar di kolam harus memenuhi syarat. Yakni ukuran mencapai lebih dari 5 gr/ekor) serta memiliki rasio lebar badan dan berat panjang tidak kurang dari 1,4 cm x 9 gr x 17 cm. (Rd)

sumber : http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id

BUDIDAYA IKAN HIAS OSCAR (Astronatus Ocellatus)


1. PENDAHULUAN
Ikan Oscar merupakan jenis ikan air tawar yang berasal dari sungai Amazone, Panama, Rio-Paraguay dan Tio-Negro Amerika Selatan, serta sudapat dikembang-biakan di Indonesia. Ikan Oscar mempunyai bentuk dan warna yang menarik. Warna badannya kehitam-hitaman dengan batikan berwarna kuning kemerah-merahan. Tidak seperti ikan hias lain, ikan oscar memerlukan perlakuan sedikit khusus pada cara perkembangbiakannya, sehingga ikan Oscar ini termasuk ikan yang mahal.
II. PEMIJAHAN
  1. Pemilihan Induk
    1. Induk yang baik untuk dipijahkan sudah berumur 1,5 tahun sampai 2 tahun dengan panjang badan 15 cm dan tinggi badan 10 cm serta berwarna cerah.
    2. Seleksi induk dimulai saat ikan Oscar masih remaja (5 ~ 6 bulan), dengan cara mencampurkan 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Ikan Oscar remaja ini akan mencari pasangannya sendiri-sendiri. Setelah saling berpasangan maka kita pisahkan di bak tersendiri sampai menjadi induk.
  2. Perbedaan Induk Jantan dan Betina
    Induk Jantan Induk Betina
    - panjang badan relatif lebih panjang
    - alat kelamin lebih menonjol
    - induk yang telah matang perutnya gendut
    - lubang kelamin lebih besar
  3. Cara Pemijahan
    1. Bak perkawinan terbuat dari semen yang berukuran 1 1/2 x 1 x 0,5m 3 , diisi air yang telah diendapkan selama 12 ~ 24 jam setinggi 30 ~ 40 cm.
    2. Jika bak perkawinannya luas, dapat disekat.
    3. Sepasang induk Oscar yang telah matang telur dimasukkan ke dalam bak.
    4. Pada setiap kolom diberi batu ceper yang berwarna gelap dan di atasnya ditutup sebagian besar agar suasana kolom menjadi teduh.
    5. Oscar mengadakan pemijahan siang dan sore hari langsung dibuahi oleh pejantan.
    6. Telur yang berada di atas batu ceper tersebut yang telah dibuahi diangakat dimasukkan ke dalam aquarium untuk ditetaskan. Aquarium berukuran 70 x 40 x 40 cm 3 diisi air setinggi 10 cm, untuk telur sepasang induk.
    7. Ke dalam aquarium diberi udara (aerasi) dengan kekuatan lemah.
    8. Selesai 3 hari biasanya telur-telur mulai menetas.
    9. Air diberi campuran emalin atau methylene blue.
3. PEMELIHARAAN BENIH
  1. Benih ikan ini sampai berumur 4 hari belum perlu diberi makan, karena masih mempunyai persediaan makanan pada yolk sacknya (kuning telur).
  2. Pada hari ke 5 benih diberi makanan Rotifera. Pemberian makanan ini tidak boleh terlambat karena ikan Oscar bersifat kanibal (memangsa sesamanya).
  3. Pada hari ke 10 sudah bisa diberi kutu ari yang telah disaring.
  4. Setelah berumur 2 minggu benih mulai diberi kutu air tanpa disaring dan mulai dicoba cacing rambut.
  5. Benih sudah dapat dipindahkan ke bak/kolam yang lebih luas setelah berumur 25 hari.
4. PEMBESARAN
  1. Pembesaran ikan dilakukan setelah benih berumur 25 hari.
  2. Benih yang dihasilkan kira-kira 1000 s/d 3000 ekor untuk satu kali penetasan.
  3. Bak yang digunakan berukuran 2 x 1 x 1 m 3 , dan diisi air setinggi 20 - 25 cm.
  4. Untuk pertama kali pembesaran dapat ditebar kurang lebih 300 ekor ikan.
  5. Untuk mengurangi teriknya matahari pada siang hari, di dalam bak diberi tanaman air seperti eceng gondok dan Hidrilla Verticilata. Untuk mencegah masuknya air hujan terlalu banyak, pada bagian atas bak ditutup sebagian dengan seng plastik.
  6. Penjerangan dilakukan setelah benih berada di bak selama sebulan dengan jumlah menjadi 200 ekor
  7. Makanan yang diberikan berupa cacng rambut.
  8. Setelah ikan berumur 5 ~ 6 bulan, ikan sudah dapat diseleksi untuk dijadikan induk, makanan yang diberikan diganti dengan udang kali yang masih segar/hidup, bisa juga diberi udang rebon yang masih segar.
  9. Sepasang induk dapat menghasilkan telur 1000 s/d 4000 butir untuk sekali pemijahan.
5. PENUTUP
Untuk mendapatkan warna yang indah pada ikan Oscar, pemberian makanan harus mengandung zat kapur (chitine) dimulai sejak kecil, seperti kutu air (Moina), Rotifera, cacing rambut, Artemia, udang rebon atau udang kali. Ikan Oscar mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi; untuk ikan yang berumur 4 bulan (berukuran kurang lebih 6 cm) harganya Rp. 500,00 per ekor, sedangkan induk Oscar bisa mencapai harga Rp. 50.000,00 per pasang. Dengan menekuni cara pemeliharaan ikan Oscar ini, dapat menambah penghasil keluarga.
6. SUMBER
Dinas Perikanan DKI Jakarta, 1996

Minggu, 29 Agustus 2010

PENGOLAHAN PANGAN DAGING ASAP (DAGING SALE) CARA TRADISIONAL

  1. PENDAHULUAN Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih sulit dirusak oleh mikroba.
    Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan karbon dioksida 4 . Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh senyawa fenol (quaiacol, 4-mettyl-quaiacol, 2,6-dimetoksi fenol) dan senyawa karbonil 1 .
    Ada dua cara pengasapan yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya (misalnya sabuk kelapa serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah, bahan direndam di dalam asap yang sudah di cairkan. Setelah senyawa asap menempel pada ikan, kemudian ikan dikeringkan.
    Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, Pengasapan tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair yang diperlukan untuk pengasapan dingin sulit ditemukan dipasaran. Karena itu teknologi yang diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional.

PENGOLAHAN PANGAN ABON IKAN

  1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
    Tanda ikan yang sudah busuk:

    • mata suram dan tenggelam;
    • sisik suram dan mudah lepas;
    • warna kulit suram dengan lendir tebal;
    • insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
    • dinding perut lembek;
    • warna keseluruhan suram dan berbau busuk.
    Tanda ikan yang masih segar:
    • daging kenyal;
    • mata jernih menonjol;
    • sisik kuat dan mengkilat;
    • sirip kuat;
    • warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
    • insang berwarna merah;
    • dinding perut kuat;
    • bau ikan segar.
    Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
    Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
    KOMPONEN KADAR (%)
    Kandungan air
    76,00
    Protein
    17,00
    Lemak
    4,50
    Mineral dan vitamin 2,52-4,50
    Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia. Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih banyak.
    Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu, deiolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya awet yang relatif lama.

TTG BUDIDAYA PERIKANAN PEMELIHARAAN IKAN DENGAN SISTEM MINA PADI

1. PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan Nasional diantaranya adalah meningkatkan pendapatan petani. Salah satu caranya ialah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, seperti dengan menerapkan teknologi mina padi pada lahan persawahan. Sistem pemeliharaan mina padi adalah ikan dipelihara bersama 30 hari dan benih ikan mencapai ukuran 30-40 ekor/kg dari waktu tanamn hingga penyiangan pertama atau kedua.
2. TUJUAN
Tujuan sistim mina padi adalah untuk:
  1. Mendukung peningkatan produksivitas lahan.
  2. Meningkatan pendapatan petani.
  3. Meningkatan kualitas makanan bagi penduduk pedesaan.
3. PERSYARATAN
  1. Petakan sawah mempunyai pematang keliling yang kuat, dapat menahan air dan tidak bocor. Lebar pematang 30-50 cm dan tingginya 40-50 cm.
  2. Saluran pemasukan dan pengeluaran dilengkapidengan saringan (kawat, bambu dan lainnya).
  3. Bentuk parit atau kemalir dan lebarnya disesuaikan dengan luas petakan sawah, yaitu 2-3 %. Dalam kemalir adalah 20-30 cm. Berbagai bentuk kemalir adalah sebagai berikut:
    Gambar 1. Bentuk Kemalir

  4. Penanaman padi aturannya disesuaikan dengan ketentuan 10 (sepuluh) unsur paket teknologi, yaitu:
    1. Pengelolaan tanah meliputi: penggenangan, perbaikan pematang, pembabadan jerami, pembajakan dan pencangkulan serta pemerataan permukaan tanah.
    2. Tataguna air yang sesuai dengan jumlah dan waktu kebutuhan tanaman dan diatur secara bergiliran.
    3. Menggunakan benih berlabel biru dan memilih yang tahan terhadap genangan.
    4. Pemupukan berimbang, dimana dosis per hektar adalah UREA (200 kg), TSP (100 kg), KCL (75 kg), dan ZA(100 kg).
    5. Pengendalian hama secara terpadu tanpa membahayakan bagi kehidupan ikan.
    6. Pengaturan jarak tanam, pada musim hujan adalah 30 x 15 cm dan 22 x 22 cm untuk musim kemarau. Tiap rumpun padi terdiri dari 3 batang.
    7. Pengaturan pola tanam bertujuan untuk memotong siklus hidup hama.
    8. Pergiliran varietas padi yang ditanam.
    9. Penen dan pascapanen yang meliputi waktu panen, cara panen, perontokan, pembersihan, pengeringan dan penyimpanan.
    10. Penggunaan pupuk pelengkap cair atau zat pengatur tumbuh.
  5. Penanaman ikan.
    1. Jenis ikan yang paling umum dipelihara adalah ikan mas.
    2. Penebaran ikan dilakukan lebih kurang 4 hari setelah penanaman padi.
    3. Padat penebaran ikan adalah :
      • ukuran (2-3) cm sebanyak 2-3 ekor/m² ,
      • ukuran (3-5) cm sebanyak 1-2 ekor/m² .
    4. Pemberian makanan tambahan dapat berupa dedak sebanyak 2-4 kg/ha/hari.
4. PRODUKSI
Produksi ikan yang dapat dicapai setelah 30-40 hari pada masa pemeliharaan adalah:
  1. Benih (2-3) cm dengan derajat kelangsungan hidup (RS) 50-65 % ukuran yang dicapai (3-5) cm.
  2. Benih (3-5) cm, SR nya 60-70 % dan ukuran yang dicapai (5-8) cm.
5. HASIL PENANAMAN IKAN
Keuntungan yang diperoleh berasal dari penanaman padi dan juga dari penanaman ikan. Keuntungan yang dilakukansatu kali musim tanam padi per ha adalah sebagai berikut:
  1. Biaya pengeluaran
    1. Benih ikan 6 pinggan @ Rp. 4000,- ------------------------------------Rp. 24.000,-
    2. Pakan dedak 100 kg @ Rp. 125,- -------------------------------------Rp. 12.500,-
      Jumlah -----------------------------------------------------------------Rp. 36.500,-
  2. Pendapatan
    1. Produksi ikan 70 kg @ Rp. Rp. 2000,--------------------------------- Rp. 140.000,-
  3. Keuntungan bersih ----------------------------------------------------------Rp. 103.500,-
    Keterangan:
    • 1 pinggan = 3000 ekor
    • 1 kg = 166 ekor (ukuran (3-5) cm dengan SR 65 %.
6. SUMBER
Brosur Pemeliharaan Ikan dengan Sistem Mina Padi, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi- Indonesia, 1995

TTG BUDIDAYA PERIKANAN PENGENALAN JENIS IKAN HIAS (DISKUS, SEVERUM, RAINBOW, NIASA)

1. PENDAHULUAN
Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat DKI Jakarta khususnya petani ikan/nelayan telah ditempuh berbagai cara diantaranya memanfaatkan lahan pekarangan dengan usaha pemeliharaan ikan hias. Jumlah ikan hias khususnya ikan hias air tawar yang susah dapat dibudidayakan di Indonesia ada 91 jenis. Dari ke 91 jenis ikan tersebut, ada beberapa jenis ikan hias tersebut yang sangat potensial untuk dikembangakan karena selain dapat dipasarkan didalam negeri juga dapat merupakan komoditas eksport. Jenis-jenis ikan hias yang potensial tersebut antara lain ikan Diskus, Severum, Rainbow, dan Niasa. Untuk lebih mengenal jenis ikan tersebut pada Bab selanjutnya akan dikemukanan sifat dari ikan-ikan tersebut.
2. JENIS IKAN HIAS
  1. Diskus
    Ikan hias Diskus (Symhysodonodiscus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari sungai Amazon (Brasil). Jenis ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis yang baik dan sangat disenangi di berbagai negara. Di Indonesia ikan Diskus sudah dapat dibudidayakan dan sangat potensil untuk dikembangkan karena selain dapat dipasarkan dipasaran lokal, juga dapat merupakan komoditas ekspor. Ciri khas dari ikan diskus ialah benetuk badannya tubuh pipih, bundar mirip ikan bawal dengan warna dasar coklat kemerah-merahan. Ikan diskus dapat dibudidayakan didalam Aquarium untuk sepasang diskus dapat ditempatkan dalam aquarium berukuran sekitar 75 x 35 x 35 cm kwalitas yang diperlukan untuk hidup dan berkembang ikan diskus yaitu di air yang jernih, temperatur sekitar 28 - 30 ° C pH (derajat keasaman) 5 - 6 selain itu kandungan Oksigen terlarutnya harus cukup tinggi yaitu + lebih besar dari 3 ppm (pxrt per million). Ikan Diskus sudah dapat dikembangbiakan setelah berumur antara 15 - 20 bulan. Adapun makanan yang umum dengan makan yaitu kutu air, cuk, cacing (makanan buatan) yang ada dipasaran.
  2. Severum
    Ikan severum Cichlosoma severum adalah salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari Amerika Serikat bagian Utara (S. Arhazone). Tubuhnya pendek, gemuk dan gepeng dengan warna dasar tubuh bervariasi yaitu coklat kekuningan, atau hitam kecoklatan. Jenis ikan ini juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Ikan Severum dapat dipelihara didalam aquarium atau bak semen kwalitas air yang diperlukan untuk pemeliharaan ikan severum yaitu: PH. : 5,5 - 7, temperatur air 21 - 25°C. Ikan Severum sudah dapat dipijahkan setelah berumur + tahun dengan ukuran 12 - 15 cm. Induk jantan dari betina dapat dibedakan dari warna dan ukuran induk jantan berwarna lebih cerah dengan induk yang lebih besar dari betina. Makanan yang dapat diberikan jenis ikan ini antara lain: kutu air, cuk, cacing sutera dll.
  3. Ikan Rainbow
    Ikan Rainbow merupakan jenis ikan hias yang banyak diminati masyarakat karena jenis ikan ini juga dapat merupakan komoditi eksport. Ada 2 jenis rainbow yang cukup terkenal yaitu rainbow Irian (Melano Tacnia maccaulochi dan Rainbow Anlanesi ogilby Telmatherina ladigesi ahl Rainbow Irian warna dasarnya keperak-perakan dengan warna gelap metalik sedangkan rainbow Sulawesi warna dasarnya kuning zaitun, dengan warna bagian bawah kuning jenis ikan ini termasuk ikan bertelur dengan menempelkan telur pada tanaman air. Kwalitas air yang diperlukan untuk kehidupan jenis ikan ini yaitu temperatur air 23 - 26 ° C. Ph. air sebaiknya diatas 7. Jenis ikan ini dapt hidup dan berkembang-biak dalam aquarium maupun bak semen. Ikan ini sudah dapat memijah setelah berumur + 7 bulan dalam ukuran 5 - 7 cm. Makanan yang biasa diberikan dalam pemeliharaan ikan ini yaitu kutu air, cacing zambut atau cuk. Supaya ikan dapat tumbuh dengan baik selama pemeliharaan bertelur, air harus klop memenuhi persyaratan dan dilakukan penggantian air + 1 minggu 1 kali.
  4. Ikan Niasa
    Psedatropheus auratus Bonlenger atau nama Inggris Auratus. Di DKI jakarta lebih dikenal dengan nama Niasa jenis ikan ini mempunyai tubuh memanjang agak datar, warna dasar kuning keemasan cerah atau hitam pekat. Ikan Niasa sangat agresif gerakannya sehingga harus hati-hati kalau akan dicampur dengan jenis ikan lain. Kwalitas air yang diperlukan untuk hidup dan berkembang ikan Niasa yaitu pH = 7, temperatur 24 - 27°C. Pemeliharaan dapat dilakukan didalam bak semen atau aquarium. Ketinggian air yang diperlukan untuk pemijahan sekitar 30 - 35 cm. Ikan Niasa sudah dapat memijahkan dalam umur 7 bulan dengan ukuran panjang tubuh : 7 cm. Induk jantan dan betina dapat dibedakan dari totol kuning sirip anusnya. Ikan jantan biasanya memiliki totol-totol in, sementara si betina tidak. Makanan yang diberikan antara lain : Cuk, kutu air.
3. SUMBER
Dinas Perikanan, Pemerintah DKI Jakarta, Jakarta, 1996

IKAN HIAS JENIS TETRA

1. JENIS IKAN TETRA
Jenis-jenis ikan TETRA terkenal cukup indah. Bermacam-macam jenis tetra yang dikenal di Indonesia seperti Green Tetra, Blue Tetra, Silver Tetra, Neon Tetra & banyak lagi yang lain. Pada tulisan ini diketengahkan jenis neon tetra yang berasal dari sungai Amazon Amerika, dan telah berkembang biak di Indonesia. Neon Tetra (Hyphessobryconnesi), ikan hias ini termasuk ke dalam kelompok ikan hias yang paling menarik. Tubuhnya berjalur merah danbiru hijau sepanjang tubuhnya dari insang sampai ekornya. Ikan hias ini mudah dipelihara, kuat dan tidak gampang sakit/mati.
2. CARA MEMBIAKAN
Cara membiakkan ikan jenis ini masih cukup sulit dan memerlukan ketekunan serta pengalaman yang lama. Adapun untuk membiakan ikan ini di perlukan syarat-syarat tertentu antaralain:
  1. Air harus steril dan bersifat asam (pH lebih kecil dari 6,4)
  2. Senang pada tempat yang gelap.
  3. Suhu sekitar 20°C
Cara membedakan jantan dan betina adalah sebagai berikut:
  • Jantan Betina
    Bentuk agak panjang Bulat pendek dan perut membesar Garis neon lurus Garis agak bengkok
  • Cara membiakkannya:
    1. Pisahkan induk-induk neon tetra.
    2. Air hujan ditampung dan didiamkan sampai + 2 minggu.
    3. Tempat yang dipergunakan untuk membiakkan, ikan tersebut dibersihkan ter lebih dahulu dan dicuci dengan tawas.
    4. Masukkan air hujan tersebut kedalam tempat pemijahan.
    5. Tetesi dengan air rendaman kayu asam.
    6. Didiamkan 2 ~ 3 hari.
    7. Masukkan tanaman atau daun-daunan untuk meletakkan telur neon tetra tersebut.
    8. Masukkan induk tetra yang telah dipisahkan terlebih dahulu.
    9. Tutuplah tempat tersebut dan berilah lubang cahaya sedikit agar supaya dapat melihat gerak-gerik ikan tersebut.
    10. Jika terlihat jantan dan betina saling berkejar-kejaran, maka + 3 hari kemudian sudah terlihat telur-telur yang menempel pada daun atau akar yang telah disediakan.
    11. Pindahkan induknya dan ditutup dengan kain hitam hingga tidak ada cahaya yang masuk.
    12. Selama + 3 hari telur neon tetra tersebut menetas.
    13. Anak ikan ini dapat diberi makanan infusoria yakni bakteri pembusuk pada daun kubis/kol yang dibusukkan setetes demi tetes.
    14. Setelah + 2 - 3 minggu penutup sudah boleh dibuka kembali.
    15. Kemudian akan terlihat anak-anak ikan tetra.
      Di daerah panas seperti Jakarta sebaiknya membiakkan Tetra ini dilakukan dikamar mandi yang hawanya lembab dan dingin.
3. SUMBER
Dinas Perikanan, Pemerintah DKI Jakarta, Jakarta, 1996

BUDIDAYA IKAN HIAS MANFISH (Pterophyllum scalare)

1. PENDAHULUAN
Ikan manfish (Angle Fish) berasal dari Amerika Selatan, tetapi telah banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan manfish disebut Angle Fish (Ikan Bidadari), karena bentuk dan warnanya menarik serta gerakkannya yang tenang. Secara umum budidaya ikan manfish tidak membutuhkan lahan yang luas, bahkan dapat dilakukan dalam aquarium atau paso dari tanah, sehingga tidak membutuhkan investasi besar untuk budidayanya.
2. PEMIJAHAN
  1. Perbedaan induk jantan dan betina

    INDUK JANTAN
    INDUK BETINA
    - Ukuran relatif lebih besar dari induk betina pada umur yang sama
    - Dilihat dari atas perut pipih atau ramping
    - Bentuk kepala agak besar
    - Antara mulut dan sirip punggung berbentuk cembung.
    - Mempunyai ukuran relatif lebih kecil dari induk jantan
    - Perut terlihat besar dan menonjol
    - Kepala lebih kecil
    - Antara mulut ke sirip punggung membentuk garis lurus, kadang-dang menonjol sedikit.
  2. Pemilihan Induk

    1. Induk yang baik untuk dipijahkan adalah yang telah berumur lebih dari 6 bulan, dengan panjang induk jantan + 7,5 cm dan induk betina + 5 cm
    2. Untuk penentuan pasangan secara cermat, yaitu dengan cara menyiapkan induk-induk yang telah matang telur dalam satu bak (2 x 2) meter persegi dengan ketinggian air + 30 cm. Umumnya ikan manfish akan memilih pasangannya masing-masing. Hal ini dapat terlihat pada malam hari, ikan yang telah berpasangan akan memisahkan diri dari kelompoknya. Ikan yang telah berpasangan ini segera diangkat untuk dipijahkan.
  3. Cara Pemijahan
    1. Tempat pemijahan dapat berupa aquarium, bak atau paso dari tanah, diisi air yang telah diendapkan setinggi 30 - 60 cm
    2. Siapkan substrat dapat berupa daun pisang, seng plastik, kaca, keramik atau genteng dengan lebar + 10 cm dan panjang + 20 cm
    3. Substrat diletakkan secara miring atau terlentang
    4. Sebelum terjadi pemijahan, induk jantan akan membersihkan substrat dengan mulutnya
    5. Setelah terjadi pemijahan, telur akan menempel pada substrat. Untuk satu kali pemijahan telur dapt berjumlah 2.000 ~ 3.000 butir
    6. Selama pemijahan induk akan diberi makan kutu air dan cuk.
3. PEMELIHARAAN BENIH
Setelah induk memijah, penetasan telur dapat segera dilakukan. Penetasan telur ada beberapa cara:
  1. Substrat yang telah ditempeli telur diangkat, untuk dipindahkan kedalam aquarium penetasan. Pada waktu mengangkat substrat diusahakan agar telur senantiasa terendam air, untuk itu dapat digunakan baskom atau wadah lain yang dimasukkan ke tempat pemijahan
  2. Cara kedua yaitu telur ditetaskan dalam tempat pemijahan. Setelah menetas (2 ~ 3 hari) benih yang masih menempel pada substrat dapat dipindahkan ke aquarium. Pemindahan benih dilakukan dengan cara yang sama (1.) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan benih:
    1. Aquarium tempat menetaskan telur maupun pemeliharaan benih sebelumnya harus di persiapkan dahulu, yaitu dengan mengisi air yang telah diendapkan + 10 cm, kemudian bubuhkan methyline blue beberapa tetes, untuk mencegah kematian telur karena serangan jamur. Selanjutnya beri tambahan oksigen dengan menggunakan pompa udara.
    2. Telur dan benih yang masih menempel pada substrat tidak perlu diberi makan
    3. Setelah lepas dari substrat (3 ~ 4 hari) dapat diberikan makanan berupa rotifera atau kutu air yang disaring, selama 5 ~ 7 hari.
    4. Selanjutnya benih diberi kutu air tanpa di saring
    5. Setelah seminggu diberi kutu air, benih muali dicoba diberi cacing rambut.
4. PEMBESARAN
  1. Setelah benih memakan cacing rambut, perlu dilakukan penjarangan di aquarium yang lebih besar
  2. Pada 1,5 bulan dapat ditebar sebanyak + 1.000 ekor benih pada bak tembok berukuran (1,5 x 2) meter persegi dengan tinggi air 15 s.d. 20 cm
  3. Selanjutnya penjarangan dilakukan 2 minggu sekali dengan membagi dua, sehingga tiap kolam diisi 100 ekor
  4. Pada keadaan terbatas kepadatan lebih dari 100 ekor, asal ketinggian air ditambah serta diberi pompa udara
  5. Pembersihan kotoran dilakukan setiap hari dengan menyiphon dan air sebagaimana semula.
5. PENUTUP
  1. Karena bentuk dan warnanya yang menarik, serta gerakan yang tenang, sehingga minat masyarakat terhadap ikan manfish (Angle Fish) cukup besar)
  2. Harga ikan Manfish pun cukup tinggi, sehingga pembudidayaannya dapat dijadikan sebagai usaha sambilan yang dapat menambah penghasilan keluarga.
6. SUMBER
Dinas Perikanan, DKI Jakarta, Jakarta.

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra)

1. PENDAHULUAN
Teripang atau juga disebut suaal, merupakan salah satu jenis komoditi laut yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek yang baik dipasaran domestik maupun internasional. Budidaya teripang telah lama dilakukan oleh masyarakat kita khususnya di daerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara (Kolaka), Lampung dan Riau, benih yang dibudidayakan masih berasal dari alam. Dengan semakin banyaknya permintaan akan teripang, maka benih sebagai sumber produksi akan sulit dipenuhi dari alam serta penyediaannya tidak dapat kontinyu. Upaya dalam mengatasi penyediaan benih adalah dengan usaha memijahkan teripang sehingga kebutuhan akan benih dapat tercukupi. Pada tahun 1992 Balai Budidaya Laut Lampung telah berhasil melaksanakan pemijahan teripang putih (Holothuria scabra). Teripang terdiri dari 5 jenis teripang putih (Holothuria scabrai) merupakan jenis yang bernilai komersial.
2. METODA PEMBENIHAN TERIPANG
  1. Sarana Pembenihan
    Sarana yang diperlukan untuk pembenihan teripang terdiri dari beberapa buah bak sebagai tempat penampungan induk pemeliharaan larva, kultur larva dan kultur plankton. Bak-bak ini sebaiknya dibuat dengan beton, namun demikian dapat pula dibuat dari kayu yang dilapisi plastik. Beberapa sarana lain yang diperlukan adalah sebagai berikut:
    1. Saringan pasir untuk menyaring air laut agar betul-betul bersih.
    2. Bak penampungan air yang dilengakapi dengan saringan pasir. Ukuran bak disesuaikan dengan kebutuhan air laut untuk penggantian air pada seluruh unit pembenihan. Penempatan bak diatur supaya gravitasi bisa menyalurkan air dari satu bak ke bak lainnya.
    3. Pipa penyalur air yang dilengkapi dengan beberapa saringan berbagai ukuran 1,5 - 2 mikron.
    4. Bak penampungan induk dengan kapasitas 1,5 ton air berjumlah 2 atau 3 buah dengan kedalaman sekitar 50 cm.
    5. Bak pemliharaan larva berjumlah 10 - 15 buah dengan ukuran (1 x 2 x 0,5)m³.
    6. Bak pemeliharaan juvenil berjumlah 8 - 10 buah dengan ukuran (2 x 4 x 0,6)m³.
    7. Bak plankton berjumlah 3 - 5 buah dengan ukuran ( 2 x 4 x 0,75)m³.
  2. Pemeliharaan dan Seleksi Induk
    Induk teripang yang akan digunakan biasanya diperoleh dari tangkapan alam. Pengumpulan calon induk teripang dari laut dapat dilakukan dengan penyelaman pada siang hari. Apabila dilakukan pada malam hari, harus dibantu dengan alat penerang berupa obor atau lampu patromak. Dengan cara ini, induk teripang dapat diambil langsung dengan tangan. Pada perairan yang agak dalam, induk teripang dapat diambil dari atas perahu dengan bantuan alat semacam tombak bermata dua yang tumpul.
    Gambar 1. Skema Hatchery (Panti Benih)
    Keterangan gambar 1:
    A. Saringan pasir
    B. Bak penampungan air (volume 1 ton).
    C. Pipa penyuplai air.
    D. Saringan bertingkat.
    E. Bak induk (volume 3 ton).
    F. Bak pemijahan (volume 1,5 ton).
    G.Bak pemeliharaan larva.
    H. Bak pemeliharaan juvenil.
    I. Bak plankton.
    Gambar 2. Alat Penangkap Induk Teripang
    Gambar 3. Perkembangan Embrio dan Larva Teripang
    Keterangan gambar 3:
    1. Pembelahan.
    2. Pembelahan dari 8 sel dan 16 sel.
    3. Banyak sel.
    4. Tingkat blastula.
    5. Tingkat grastula.
    6. Auricularia.
    7. Doliolaria.
    8. Pentacula.
    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih induk teripang yang baik adalah:
    1. Tubuh tidak cacat.
    2. Ukuran besar dengan berat 400 gr dan panjang tubuh minimal 20 cm.
    3. Berkulit tebal.
      Umumnya berat tubuh teripang berpengaruh langsung atau berkolerasi terhadap berat gonad dan indeks kematangan gonad serta fekunditas. Pengangkutan induk dari tempat pengumpulan dapat dilakukan dengan wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau langsung ditempatkan pada palka perahu. Untuk pengumpulan/pengankutan calon induk pada siang hari sebaliknya wadah penampungan atau palka ditutup rumput laut atau ilalang laut untuk menghindarkan calon induk dari sinar matahari secara langsung. Pengangkutan induk dari tempat pengumpulan dapat dilakukan dengan wadah, seperti ember plastik yang berisi air laut atau langsung ditempatkan pada palka perahu. Induk yang telah di seleksi dipelihara dalam kurungan tancap di laut atau di kolam air laut atau langsung dipelihara di dalam bak induk dengan kepadatan 5 - 10 ekor/m 2 . Bak induk umumnya terbuat dari beton berbentuk empat persegi panjang dan berkapasitas 1,5 - 2 ton air. Khusus untuk pemeliharaan di kolam air laut, kedalaman diusahakan antara 75 - 100 cm, selain itu diusahakan selalu ada penggantian air agar stabilitas suhu dan salinitas tetap terjaga. Persediaan pakan juga harus terjamin dan perlu adanya pakan tambahan. Pakan alami teripang dapat berupa plankton, detritus, sisa-sisa bahan organik atau sisa-sisa endapan di dasar laut yang ada disekitar lingkungan kolam pemeliharaan. Pakan tambahan berfungsi untuk menambah kesuburan perairan pada umumnya berupa campuran kotoran hewan dan dedak halus dengan perbandingan 1 : 1. Pakan diberikan sebanyak 0,2 - 0,5 kg/m 2 /2 minggu dengan cara ditempatkan dalam karung goni yang berlubang-lubang sehingga keluar sedikit demi sedikit. Setiap satu kantong goni biasanya dapat diisi 10 - 15 kg pakan tambahan yang dapat mencukupi luasan 30 - 50 kg pakan tambahan yang dapat mencukupi luasan 30 - 50 m 2 . Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan induk di bak pemijahan adalah sebagai berikut:
      1. Kualitas air tetap terjaga, bila perlu dilakukan penggantian air setengah atau sepertiga dari volume, sehari dua kali, pagi dan sore.
      2. Kotoran yang ada di dalam bak harus segera dibersihkan.
      3. Pakan tambahan diberikan secukupnya
      4. Kebiasaan atau kesukaan induk harus dipantau secara kontinyu.
  3. Metoda Pemijahan
    Pemijahan teripang dapat dilakukan dengan beberapa cara; secara alami dengan pembedahan, perangsangan dengan temperatur dan perangsangan dengan penyemprotan air.
    1. Pemijahan alami
      Setelah mengalami matang gonad penuh, induk teripang yang dipelihara di bak pemijahan biasanya akan memijah secara alami tanpa adanya rangsangan buatan. Pemijahan akan terjadi pada malam hari antara pukul 22. 00 - 23.00 . Induk jantan akan mengeluarkan sperma terlebih dahulu yang akan merangsang induk betina untuk mengeluarkan telur. Kurun waktu pemijahan biasanya berlangsung antara 20 - 60 menit. Setelah induk betina selesai bertelur, segera induk dipindahkan ke tempat lain.
    2. Pemijahan dengan Pembedahan
      Metode pembedahan dapat dilakukan dengan cara menggunting bagian bawah teripang mulai dari anus hingga kedepan. Dalam pembelahan gonad ini apabila didapatkan kantong telur, berarti teripang tersebut jantan. Gonad jantan (tesis) juga dipotong menjadi beberapa bagian sehingga sperma keluar dan ditampung di dalam wadah lain yang berisi air laut. Kemudian secara pelan-pelan wadah yang berisi sperma dituangkan kedalam wadah yang berisi telur sambil diaduk secara perlahan, lalu didiamkan. Sehingga terjaddi pembuahan. Telur yang terbuahi akan mengendap didasar bak selanjutnya dipanen dengan saringan dan dipindahkan ketempat pemeliharaan larva.
    3. Perangsangan dengan Temperatur
      Prinsip pemijahan dengan perangsangan temperatur ini adalah mengupayakan agar temperatur air naik 3 - 5°C dari temperatur air asal, dalam waktu selama + 30 - 60 menit suhu air dinaikkan dengan cara penambahan air panas atau menggunakan alat pemanas (heater) atau dijemur terik matahari. Induk teripang ditempatkan didalam keranjang plastik yang diletakkan beberapa sentimeter di bawah permukaan air. Perlakuan ini dilakukan pada siang hari. Pada sore harinya induk dimasukkan ke bak pemijahan dan selanjutnya induk teripang akan memperlihatkan perilaku pemijahan yang ditandai dengan tubuh menggeliat dan muncul dipermukaan sambil bertumpu di dinding bak. Induk jantan akan mengeluarkan sperma yang berwarna putih dan terlihat seperti asap di dalam air, selanga waktu setengah hingga dua jam berikutnya induk betina akan mengeluarkan telurnya. Cara ini memberikan hasil lebih baik yakni denga tingkat penetasan mencapai 90 - 95%.
    4. Perangsangan dengan Penyemprotan Air
      Setelah induk dipelihara selama 2 - 4 hari pada bak pemeliharaan, maka induk diberikan perlakuan pada sore hari biasanya dimulai pada pukul 17 00 . Pertama-tama induk teripang yang akan dipijahkan dikeluarkan dari bak dan diletakkan ditempat yang kering selama 0,5 - 1 jam. Semprotan air laut yang bertekanan tinggi selama 5 - 10 menit, lalu induk dimasukkan kembali kedalam bak pemijahan. Sekitar 1,5 - 2 jam kemudian induk akan mulai menggerakkan badannya ke dinding. Biasanya induk jantan akan memijah yang kemudian disusul induk-induk betina 30 menit kemudian. Prosentase keberhasilan cara ini mencapai 95 - 100%.
    5. Pemeliharaan Larva
      Telur-telur teripang berbentuk bulat berwarna putih bening berukuran 177 mikron, setelah fertilisasi telur-telur ini mengalami pembelahan sel menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel hingga multi sel. lihat Gambar 3. Ukuran rata-rata sel tersebut sekitar 194 mikron, selang 10 - 12 jam kemudian akan membentuk stadium gastrula yang berukuran antara 390,50 - 402, 35 mikron. Setelah lebih dari 32 jam, telur akan menetas menjadi larva dan membentuk stadium auricularia yang terbagi menjadi stadium awal, tengah dan akhir. Ukuran larva teripang pada stadium ini rata-rata antara 812,50 - 987,10 mikron. Pada stadium ini larva mulai diberi plankton jenis Dunaliella sp, Phaeodactylum sp, dan Chaeoceros sp sebanyak 40 - 60 x 10³. Selama stadium auricularia awal sampai menjelang stadium akhir, larva lebih banyak hidup dipermukaan air. Kepadatan larva yang dikehendaki selama stadium ini kira-kira 300 - 700 ekor per liter. Jika kepadatan terlalu tinggi, larva akan bergerombol menjadi satu, berbentuk bola, dan berada di dasar bak. Bila dibiarkan, larva ini akan mati. Sepuluh hari kemudian, larva berkembang membentuk stadium doliolaria. Pada stadium ini larva berbentuk lup, mempunyai sabuk dan dua tantakel yang menjulur ke luar. Larva dengan ukuran antara 614,78 - 645,70 mikron ini dapat bergerak cepat ke depan. Badan bagian belakang berbentuk cincin datar. Pada setiap sudut terdapat lima kelompok cilia (bulu getar). Stadium auricularlia dan doliolaria bersifat planktonis. Selang tiga belas hari kemudian doliolaria berubah ke stadium pentaculata. Larva berwarna coklat kekuningan dengan panjang antara 1000 - 1200 mikron. Badan berbentuk tubuler dengan lima buah tentakel pada pangkal bagian depan dan sebuah kaki tabung pendek pada pangkal belakang, kurang lebih delapan belas hari, kaki tabung dan tentakel terlihat lebih jelas dan dapat bintil-bintil dipermukaan kulitnya. Larva pada stadium pentacula mempunyai kebiasaan berada di pinggiran bak bagian bawah dan sedikit menyukai di bawah permukaan air. Selintas selama pemeliharaan diusahakan antara 32 - 34 per mil dan suhu antara 27 - 29°C. Segera setelah larva berada di dasar laut, diberi makanan berupa suspensi rumput laut jenis Sargassum dn Ulva.
  4. Pemeliharaan Tingkat Juvenil
    Saat mencapai tingkat doliolaria atau umur 10 - 12 hari dengan ukuran panjang tubuh 4 - 5 mm, maka tempatkan kolektor (tempat untuk menempel) yang berbentuk kisi-kisi miring terbuat dari screen net 250 mikron atau plastik berukuran 60 x 60 x 70 cm, berfungsi sebagai tempat perlekatan. Sebaiknya kolektor yang dipasang telah ditempeli diatome (lumut) sehingga pada saat juvenil menempel, pakan yang dibutuhkan telah tersedia. Lima belas hari setelah menempel pada kolektor, juvenil dapat dilihat dengan mata dan dihitung. Kepadatan yang baik antara 5 - 10 ekor tiap kolektro, atau kepadatan optimum dalam satu bak pemeliharaan adalah 200 - 500 ekor/m². Cara ini dilakukan terus menerus sampai benih tersebut berusia 1,5 - 2 bulan. Pada saat tersebut ukuran benih teripang telah mencapai ukuran antara 1,5 - 2 cm.
3. SUMBER
Booklet Jenis-Jenis Komoditi Laut Ekonomis Penting pada Usaha Pembenihan, Direktorat Bina Pembenihan, Dirjen Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1996

BUDIDAYA TIRAM MUTIARA

1. PENDAHULUAN
Mutira semula hanya diperoleh dari tiram mutiara yang hidup alami di laut. Berkat kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan, walaupun sebagian besar teknologinya masih didominasi atau dikuasai oleh bangsa lain. Balai Budidaya Laut, Lampung selalu berupaya untuk mengejar ketinggalan teknologi budidaya mutiara tersebut, karena menyadari betapa besar potensi mutiara di negara kita. Keberhasilan Balai Budidaya Laut membudidayakan mutiara merupakan langkah baru yang menunjukan bahwa teknologi itu dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia. Di negara kita tiram mutiara yang banyak dibudidayakan adalah jenis Pinctada maxima (Goldlip Pearl Oyster). Jenis ini banyak ditemukan di perairan Indonesia Bagian Timur (Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat).
2. PEMILIHAN LOKASI
  1. Lokasi terlindung dari angin dan gelombang yang besar.
  2. Perairan subur, kaya akan makanan alami.
  3. Kecerahan cukup tinggi.
  4. Cukup tersedia induk/benih tiram mutiara.
  5. Dasar perairan pasir karang dan kedalaman air 15 ~ 25 m.
  6. Kadar garam 30 ~ 34 ppt dan suhu 25 ~ 28 0 C.
  7. Bebas pencemaran.
3. PEMASANGAN INTI
  1. Pemasangan inti mutiara bulat
    • Tiram mutiara yang telah terbuka cangkangnya ditempatkan dalam penjepit dengan posisi bagian anterior menghadap ke pemasang inti.
    • Inti mutiara bulat dibuat dari cangkang kerang air tawar dengan diameter bervariasi antara 6 ~ 12 mm.
    • Setelah posisi organ bagian dalam terlihat jelas, dibuat sayatan mulai dari pangkal kaki menuju gonad dengan hati-hati.
    • Dengan graft carrier masukkan graft tissue (potongan mantel) ke dalam torehan yang dibuat.
    • Masukkan inti dengan nucleus carrier secara hati-hati sejalur dengan masuknya mantel. Penempatannya harus bersinggungan dengan mantel.
    • Pemasangan inti selesai, tiram mutiara dipelihara dalam keranjang pemeliharaan.
  2. Pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister)
    • Tiram mutiara yang telah terbuka cangkangnya diletakkan dalam penjepit dengan posisi bagian ventral menghadap arah pemasang inti.
    • Inti mutiara blister bentuknya setengah bundar, jantung atau tetes air; terbuat dari bahan plastik. Diameter inti mutiara blister berkisar 1 ~ 2 cm.
    • Sibakkan mantel yang menutupi cangkang dengan spatula, sehingga cangkang bagian dalam (nacre) terlihat jelas.
      Gambar 1. Pemasangan Inti Mutiara Bulat
      1. Gonad
      2. Hati
      3. Perut
      4. Kaki
      5. Inti
      6. Mantel
      7. Otot adductor
      8. Otot retractor
    • Tempatkan inti mutiara blister yang telah diberi lem/perekat dengan alat blister carrier pada posisi yang dikehendaki; minimal 3 mm di atas otot adducator.
    • Setelah cangkang bagian atas telah diisi inti mutiara blister, kemudian tiram mutiara dibalik untuk pemasangan inti cangkang yang satunya. Diusahakan pemasangan inti ini tidak saling bersinggungan bila cangkang menutup. Satu ekor tiram mutiara dapat dipasangi inti mutiara blister sebanyak 8 ~ 12 buah, dimana setiap belahan cangkang dipasangi 4 ~ 6 buah.
    • Pemasangan inti mutiara blister selesai, tiram mutiara dipelihara dalam keranjang pemeliharaan di laut.
4. PEMELIHARAAN
  1. Tiram mutiara yang dipasangi inti mutiara bulat perlu dilakukan pengaturan posisi pada waktu awal pemeliharaan, agar inti tidak dimuntahkan keluar. Disamping itu tempat dimasukkan inti pada saat operasi harus tetap berada dibagian atas.
  2. Pemeriksaan inti dengan sinar-X dilakukan setelah tiram mutiara dipelihara selama 2 ~ 3 bulan, dengan maksud untuk mengetahui apabila inti yang dipasang dimuntahkan atau tetap pada tempatnya.
  3. Pembersihan cangkang tiram mutiara dan keranjang pemeliharaannya harus dilakukan secara berkala; tergantung dari kecepatan/kelimpahan organisme penempel.
    Gambar 2. Pemasangan Inti Mutiara Blister
5. PANEN
Mutiara bulat dapat dipanen setelah dipelihara 1,5 ~ 2,5 tahun sejak pemasangan inti, sedangkan mutiara blister dapat dipanen setelah 9 ~ 12 bulan.
6. SUMBER
Brosur Budidaya Tiram Mutiara, Balai Budidaya Laut, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Lampung.
7. KONTAK HUBUNGAN
Balai Budidaya Laut, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Lampung

BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcalifer, Bloch) DI KERAMBA JARING APUNG

1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup. Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi). Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
  1. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
  2. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
  3. Mata berwarna merah cemerlang.
  4. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
  5. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
  6. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat). Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
  1. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
  2. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
  3. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
  4. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0 C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
  5. Benih mudah diperoleh.
  6. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
  7. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
  1. Sarana dan Alat
    Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
    1. Jaring
      Jaring terbuat dari bahan:
      • Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
      • Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
      • 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
    2. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
      • Bahan: Bambu atau kayu
      • Ukuran: 8 m x 8 m
    3. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
      • Jenis: Drum (Volume 120 liter)
      • Jumlah: 9 buah.
    4. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
      • Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
      • Jumlah : 4 buah
      • Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
    5. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
    6. Pakan yang digunakan: ikan rucah
    7. Perahu : Jukung
    8. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll
  2. Gbr 1
    Gbr 2
    Gbr 3
    Gbr 4
    Konstruksi wadah pemeliharaan
    Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
    tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2. Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
    bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur SangkarUntuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar 4.
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
  1. Metode Pemeliharaan
    Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m 3 volume air. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg. Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang-kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi. Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
  2. Panen
    Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
  3. Penyakit
    Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
    1. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
    2. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
    3. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
  1. Biaya Investasi
    • Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
    • Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
    • - Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
      Jumlah Rp. 2.950.000,-
  2. Biaya Operasional
    • Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
    • Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
    • Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
      Jumlah Rp. 9.650.000,-
  3. Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
  4. Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
  5. Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
  6. Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
  7. Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993, Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
  1. Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen Perikanan, Lampung.
  2. Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen Perikanan, Lampung.
  3. Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
  4. Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap (Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
  5. Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research Centre. Jakarta.
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994.

BUDIDAYA UDANG WINDU ( Palaemonidae / Penaeidae )

1. SEJARAH SINGKAT
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.
2. SENTRA PERIKANAN
Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
3. JENIS
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub-klas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
4. MANFAAT
  1. Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
  2. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll.
  3. Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
  4. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
  5. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
  6. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
5. PERSYARATAN LOKASI
  1. Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C.
  2. Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
  3. Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
  4. Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
  5. Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0-35 permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi disk)
  6. Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter; H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter; Mercuri (Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=0-0,02 mg/liter; Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0,01 mg/liter; Timbal (Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium (Se)=0-0,05 mg/liter; Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida (S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5 mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Syarat konstruksi tambak:
  1. Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara sungai.
  2. Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.
  3. Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.
  4. Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga.
  5. Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.
  6. Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
  7. Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.
Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.
  1. Tambak Ekstensif atau Tradisional
    1. Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.
    2. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.
    3. Luasnya antara 3-10 ha per petak.
    4. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
    5. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.
    6. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.
    7. Pada tambak ini tidak ada pemupukan.
  2. Tambak Semi Intensif
    1. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan.
    2. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
    3. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen.
    4. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.
    5. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.
    6. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.
  3. Tambak Intensif
    1. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah.
    2. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah.
    3. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.
    4. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak.
    5. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di sudut petak.
    6. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.
    7. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa.
Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:
  1. Petakan Tambak
    1. Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan perbandingan luas 1:9:90.
    2. Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan. Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air.
    3. Setiap petakan terdiri dari caren dan pelataran.
  2. Pematang/Tanggul
    1. Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.
    2. Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.
    3. Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang satu dengan yang lain dalam satu unit.
    4. Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.
  3. Saluran dan Pintu Air
    1. Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan air surut terrendah. Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai pelindung.
    2. Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder (tokoan/pintu air petakan).
    3. Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak yang termasuk dalam satu unit.
    4. Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.
    5. Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)
    6. Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi tanah yang disebut lemahan.
    7. Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk.
  4. Pelindung:
    1. Sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung.
    2. Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk pada salah satu sudut karena tiupan angin.
  5. Pemasangan kincir:
    1. Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan air.
    2. Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir itu mencapai 75-90%.
6.2. Pembibitan
  1. Menyiapkan Benih (Benur)
    Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya, yaitu :
    1. Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang seperti kipas.
    2. Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru.
    • Cara Penangkapan Benur:
      1. Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar dan seser.
        • Belabar adalah rangkaian memanjang dari ikatan-ikatan daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun bahan-bahan lainnya.
        • Kegiatan penangkapan dilakukan apabila air pasang.
        • Belabar dipasang tegak lurus pantai, dikaitkan pada dua buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.
        • Atau hanya diikatkan pada patok di salah satu ujungnya, sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil dilingkarkan mendekati ujung yang terikat. Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di sekitar belabar.
      2. Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung diseser atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon. Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional. Benih udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang didapat dari tempat pembibitan adalah:
        1. Umur dan ukuran benur harus seragam.
        2. Bila dikejutkan benur sehat akan melentik.
        3. Benur berwarna tidak pucat.
        4. Badan benur tidak bengkok dan tidak cacat.
  2. Perlakuan dan Perawatan Benih
    1. Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah Pemeliharaan larva yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae, kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.
      • Kolam Diatomae
        Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema danTetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter. Spesies diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode mysis, walaupun lebih menyukai zooplankton.
      • Kolam Induk
        Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan. Telur biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan sudah menetas menjadi nauplius, dipindahkan.
      • Kolam Larva
        Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6). Artemia kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa sampai (PL6). Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000 ekor/m 2 , yang setiap kalidiberi makan artemia atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual atau ditebar ke dalam tambak.
    2. Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan
      • Petak pendederan benur merupakan sebagian dari petak pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang terletak di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar garam 5-25 permil. - Petak terbuat dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau hujan.
      • Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang kadar garam dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan. Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan air dari petak pendederan.
      • Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan yang dihaluskan.
      • Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003 gram dan berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.
      • Pellet dapat terbuat dari tepung rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.
      • Pakan yang diperlukan: secangkir pakan untuk petak pengipukan /pendederan seluas 100 m 2 atau untuk 100.000 ekor benur dan diberikan 3-4 kali sehari.
    3. Cara Pengipukan di dalam Hapa
      • Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.
      • Hapa dipasang terendam dan tidak menyentuh dasar tambak di dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada suatu petak tambak.
      • Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.
      • Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m 2 .
      • Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakan tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan berupa pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.
      • Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.
      • Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali.
      • Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.
    4. Cara pengangkutan:
      1. Pengangkutan menggunakan kantong plastik:
        • Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih 1000 ekor.
        • Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung dan diikat dengan tali.
        • Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10% dari berat airnya.
        • Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.
      2. Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik:
        • Jerigen yang digunakan yang berukuran 20 liter.
        • Jerigen diisi air setengah bagiannya dan sebagian lagi diisi zat asam bertekanan lebih.
        • Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.
        • Dalam perjalanan jerigen harus ditidurkan, agar permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk.
        • Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu.
    5. Waktu Penebaran Benur
      Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.
6.3. Pemeliharaan Pembesaran
  1. Pemupukan
    Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu: kelekap, lumut, plankton, dan bentos. Cara pemupukan:
    1. Untuk pertumbuhan kelekap
      • Tanah yang sudah rata dan dikeringkan ditaburi dengan dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.
      • Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda, dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
      • Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan tergenang dan menguap sampai kering.
      • Setelah itu tambak diairi lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
      • Pada saat itu ditambahkan pula pupuk anorganik, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.
      • Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40 cm di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.
      • Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan sebanyak 1-2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha.
    2. Untuk pertumbuhan lumut
      • Tanah yang telah dikeringkan, diisi air untuk melembabkannya, kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam lumpur.
      • Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm, kemudian dipupuk dengan urea 14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.
      • Air ditinggikan sampai 40 cm setelah satu minggu.
      • Mulai minggu kedua, setiap seminggu dipupuk lagi dengan urea dan TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.
      • Lumut yang kurang pupuk akan berwarna kekuningan, sedangkan yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang lain.
    3. Untuk pertumbuhan Diatomae
      • Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk fosfor (P) menghendaki perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya mendekati 1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata.
      • Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung nitrat lebih baik daripada pupuk yang mengandung amonium, karena dapat terlarut lebih lama dalam air.
      • Contoh pupuk:
        • Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.
        • Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.
        • Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25
        • Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37
        • Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17
        • Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26
        • Triple superphosphate-P2O5: prosentase P=39
      • Pemupukan diulangi sebanyak beberapa kali, sedikit demi sedikit setiap 7-10 hari sekali.
      • Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N dan 0,11 ppm P. Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm, membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.
      • Pertumbuhan plankton diamati dengan secci disc. Pertumbuhan cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.
      • Takaran pupuk dikurangi bila secci disc tidak terlihat pada kedalaman 25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.
  2. Pemberian Pakan
    Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:
    1. Makanan alami:
      • Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong telurnya.
      • Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).
      • Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda), dll.
      • Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak udanng-udangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).
      • Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.
      • Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
    2. Makanan Tambahan
      Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:
      • Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.
      • Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan udang-udangan.
      • Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm 2 , kemudian ditusuk sate.
      • Sisa-sisa pemotongan katak.
      • Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.
      • Makanan anak ayam.
      • Daging kerang dan remis.
      • Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.
    3. Makanan Buatan (Pelet):
      • Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.
      • Dedak halus 40 %.
      • Tepung bungkil kelapa 20 %.
      • Tepung kanji 19 %.
      • Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.
    • Cara pembuatan:
      • Tepung kanji diencerkan dengan air secukupnya, lalu dipanaskansampai mengental.
      • Bahan-bahan yang dicampurkan dengan kanji diaduk-aduk dan diremas-remas sampai merata.
      • Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan digiling dengan alat penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering, kemudian diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.
    • Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:
      • Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.
      • Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.
      • Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.
      • Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.
  3. Pemeliharaan Kolam/Tambak
    1. Penggantian Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah.
    2. Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.
    3. Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.
    4. Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.
    5. Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan tambak dalam kondisi buruk.
    6. Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat penyerok.
    7. Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan alami normal kembali.
Perbaikan teknis yang diperlukan:
  1. Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa pemeliharaan.
  2. Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam atau keluar tambak.
  3. Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak longsor.
  4. Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.
7. HAMA DAN PENYAKIT
  1. Hama
    1. Lumut
      Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
    2. Bangsa ketam
      Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoran-bocoran.
    3. Udang tanah (Thalassina anomala),
      Membuat lubang di pematang.
    4. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
      Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain.
    5. Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)
      Menempel pada bangunan-bangunan pintu air. Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.
  2. Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan buas, antara lain:
    1. Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
    2. Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
    3. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
    4. Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
    5. Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata).
  3. Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.
    1. Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium).
    2. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
    3. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
    4. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain-lain.
    • Pengendalian:
      1. Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.
        1. Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.
        2. Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang dipelihara.
        3. Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap udang.
        4. Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya.
        5. Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
        6. Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
        7. Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
      2. Rotenon dari akar deris (tuba).
        1. Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
        2. Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
        3. Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih susu.
        4. Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang setelah 4 hari.
      3. Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200- 400 kg/Ha.
        1. Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10 cm.
        2. Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
        3. Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
      4. Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.
        1. Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
        2. Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak.
        3. Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
        4. Cara penggunaan:
          • Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10 cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
          • Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.
          • Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar siputnya mati semua.
          • Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
      5. Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan membunuh kepiting. Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat mematikan.
      6. Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
      7. Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam.
  4. Penyakit asal virus.
    1. Monodon Baculo Virus (MBV)
      Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran.
    2. Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
      Gejala:
      1. udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata;
      2. bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam;
      3. udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;
      4. pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh;
      5. permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur;
      6. pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
    3. Hepatopancreatic Parvo-like Virus
      Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
    4. Cytoplamic Reo-like Virus
      Gejala:
      1. udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;
      2. kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.
    5. Ricketsiae
      Gejala:
      1. udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;
      2. udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid gut);
      3. adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;
      4. kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian akan timbul lagi.
  5. Penyakit asal Bakteri
    1. Bakteri nekrosis
      • Penyebab:
        1. bakteri dari genus Vibrio;
        2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
      • Gejala:
        1. muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya;
        2. usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
      • Pengendalian:
        1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
        2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;
        3. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
    2. Bakteri Septikemia
      • Penyebab:
        1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas sp.;
        2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
      • Gejala:
        1. menyerang larva dan post larva;
        2. terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
      • Pengendalian:
        1. pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
        2. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
  6. Penyakit asal Parasit
    Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan
    kemandulan (Bopyrid).
    1. Parasit cacing
      1. Cacing Cestoda, yaitu
        • Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
        • Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan inter-tubuler hepatopankreas.
      2. Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus dan usus.
      3. Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup secara alamiah.
    2. Parasit Isopoda
      Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
  7. Penyakit asal Jamur
    • Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam.
    • Penyebab:
      1. Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium;
      2. penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
    • Pengendalian:
      1. pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat;
      2. jalan filtrasi air laut untuk pembenihan;
      3. pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.
8. PANEN
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:
    1. ukurannya besar
    2. kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
    3. masih dalam keadaan hidup dan segar.
  1. Penangkapan
    1. Penangkapan sebagian
      1. Dengan menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
      2. Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut seragam.
      3. Dengan menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
    2. Penangkapan total
      1. Penangkapan total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak. Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.
      2. Dengan menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara tersebut dilakukan berulang-ulang.
      3. Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.
      4. Dengan menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya. Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.
      5. Dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
      6. Dengan menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.
  2. Pembersihan
    Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih. Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan tidak cacat.
9. PASCAPANEN
Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:
  1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.
  2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
  3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
  4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
  5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air bersih.
  6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
  7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
  8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
  1. Analisis Usaha Budidaya
    Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Galah di Desa Tangkil Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun) pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
    1. Biaya Produksi
      1. Lahan
        • Sewa lahan 2 tahun Rp. 3.200.000,-
        • Pengolahan lahan Rp. 125.000,-
      2. Bibit
        • Benur 60.000 ekor Rp. 16,- Rp. 960.000,-
      3. Pakan
        • UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,- Rp. 224.460,-
        • UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,- Rp. 1.416.960,-
        • UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,- Rp. 4.329.900,-
      4. Obat-obatan dan pupuk
        • BCK 4 liter @ Rp. 12.500,- Rp 50.000,-
        • Sanponin 40 kg @ Rp 1500,- Rp. 60.000,-
        • Urea 10 kg @ Rp 2000,- Rp. 20.000,-
        • KCL 10 kg @ Rp 2.500,- RP. 25.000,-
        • Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,- Rp. 10.000,-
        • Kapur 100 kg @ Rp. 1000,- Rp. 100.000,-
      5. Alat
        • Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-
        • pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
        • Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,- Rp. 50.000,-
        • Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 18.000,-
        • Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 6.000,-
        • Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,- Rp. 13.500,-
        • Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,- Rp. 40.000,-
        • Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,- Rp. 25.000,-
        • Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,- Rp. 15.000,-
        • Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,- Rp. 16.500,-
      6. Tenaga kerja
        • Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,- Rp. 1.500.000,-
        • Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00 Rp. 80.000,-
      7. Lain-lain
        • Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,- Rp. 90.000,-
        • Transportasi Rp. 20.000,-
      8. Biaya tak terduga 10% Rp. 1.254.532,-
        Jumlah biaya produksi Rp 12.545.320,-
    2. Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp 19.000,- Rp.34.463.700,-
    3. Keuntungan per tahun/2 musim Rp.21.918.380,-
      Keuntungan per musim (6 bulan) Rp. 4.686.530,-
    4. Parameter kelayakan
      1. B/C ratio per musim 1,37
      2. Atas dasar Unit :BEP = FC/P-V 206,4 kg
      3. Atas dasar Sales : BEP = FC/1-(VC/R) Rp 3.688.540,-10.2.
Gambaran Peluang Agribisnis
Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek cukup baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun komsumsi luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk udang.
11. DAFTAR PUSTAKA
  1. Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  2. Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
  3. Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.
  4. Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  5. Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.
  6. __________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
  7. __________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  8. Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Yogyakarta.
  9. Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
  10. Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.